Kompleksitas guru honorer
Pada era sentralisasi, rekrutmen guru sekolah negeri dilakukan oleh pemerintah pusat. Namun jumlah guru yang dipekerjakan saat itu belum mencukupi kebutuhan guru di banyak daerah di Indonesia, terutama di daerah terpencil. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah pusat memperbolehkan pemerintah daerah merekrut guru dari daerahnya tanpa menggunakan jalur umum (seleksi pelatihan pegawai negeri sipil/CPNS). Guru yang diangkat tanpa melalui proses seleksi CPNS disebut guru emeritus.
Pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Pejabat Honorer Bagi Calon Pegawai Negeri Sipil. PP ini memperbolehkan seluruh relawan, termasuk guru, diangkat menjadi CPNS tanpa melalui jalur seleksi CPNS. Pengangkatan guru sukarela menjadi CPNS dilakukan secara bertahap, dengan prioritas diberikan kepada guru yang paling senior dan yang memiliki masa jabatan paling lama. Masa jabatannya dimulai pada tahun anggaran 2005 dan berakhir paling lambat pada tahun anggaran 2009.
Pada tahun 2007, pemerintah mengundangkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 tentang Perubahan Atas PP Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Honorer Sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil. Peraturan PPNo 43 Tahun 2007 menyebutkan, pengangkatan sukarelawan sebagai CPNS antara lain memberikan preferensi kepada mereka yang berprofesi sebagai guru. Setelah kunjungi akhir tahun 2009, masih ada guru relawan yang “menghilang” atau belum diangkat menjadi CPNS. Pemerintah kemudian menerbitkan PP No. Undang-Undang Nomor 56 Tahun 2012 Tahun 2012 tentang Pengangkatan Pejabat Kehormatan yang memberi kerangka hukum pengangkatan pejabat honorer kategori 1 (K1) dan 2 (K2) pada CPNS. Penerbitan PP Nomor 56 Rekrutmen guru berbayar diharapkan ditunda sehingga manajemen guru lebih terorganisir dan fokus pada kompetensi.
Mengutip PP No 56 Tahun 2012, pengertian relawan K1 dan K2 adalah sebagai berikut:
K1
2005 Pegawai Sukarelawan yang penghasilannya bersumber dari anggaran pendapatan dan peruntukan negara atau anggaran pendapatan dan peruntukan daerah, mempunyai kriteria pengangkatan oleh pegawai yang berwenang bekerja pada instansi pemerintah, dan mempunyai masa kerja sekurang-kurangnya satu tahun masih terus beroperasi pada tanggal 31 Desember. Harus berusia 19 tahun ke atas dan 46 tahun ke atas pada 1 Januari 2006.
K2
Relawan yang penghasilannya tidak bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah, yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang, bekerja pada instansi pemerintah, dan mempunyai masa kerja minimal selama memenuhi kriteria Bulan Desember 2005 berusia 31 tahun, Anda harus sedang bekerja terus menerus, berusia minimal 19 tahun, dan berusia minimal 46 tahun pada tanggal 1 Januari 2006. Peraturan 48/2005 tentang penerbitan nomor PP juga melarang perekrutan relawan oleh pengelola sumber daya manusia dan pegawai lain di lingkungan lembaga pemerintah.
Namun, karena jumlah guru yang terbatas di daerah terpencil, sekolah dan banyak pemerintah daerah masih melakukan perekrutan guru sukarela. Bahkan, pemerintah tidak akan lagi mengangkat guru relawan menjadi PNS tanpa melalui seleksi. Pengangkatan guru sukarelawan menjadi PNS saat ini harus melalui seleksi, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Sistem Kepegawaian Nasional (ASN). Pemerintah mengembangkan program PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) untuk mengatasi permasalahan guru berstatus honorer. Menurut data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, jumlah guru sukarelawan saat ini mencapai sekitar sepertiga dari total jumlah guru di Indonesia yang berjumlah 2,9 juta (2019).